Lulu Puruhita Resindra

Foto saya
SOLO, Indonesia
tweet : @pururures fb : Lulu Puruhita Resindra

4.05.2011

THE RAIN DANCER

            Aku memandangi gadis itu lekat, mataku tidak dapat melepas pandangan darinya. Gadis yang cantik mempesona. Tak ku pedulikan badanku yang sudah basah terkena hujan. Gadis itu terlihat senang bermain hujan. Ia terlihat berlari-lari kecil dengan senyum yang merekah. Kenapa aku tidak bisa seperti dia? Menikmati hujan ini. Aku justru paling benci hujan, tapi untuk kali ini kubiarkan hujan membasahiku. Dengan ragu kudekati gadis itu. Dia berhenti, tanpa menatap ke arahku “siapa?”. Aku diam, suaranya lembut. Aku melihat tangannya mulai menggapai-gapai ke udara, seperti mencari-cari sesuatu untuk di sentuh. Ku coba mendekat lagi, dan menjabat tangannya “aku.. Kiran.” Entah ada dorongan dari mana, rasanya aku ingin berkenalan dengannya.
            Namanya Nantha, gadis yang ku temui di taman kota dan sekarang dia ada di depanku. Aku menatap matanya, matanya yang tidak pernah focus tapi itu mata yang sangat bening. Wajahnya terlihat mempesona, bahkan aku yang seorang gadis kagum dengan kecantikannya. Kalau dilihat mungkin umurnya sama seperti ku, sekitar 17 tahun. “kamu sering ke taman ini?” tanyaku. “iya, aku suka main disini. Udaranya sejuk, gak terlalu rame.” Jawabnya dengan senyum menggembang. Lagi-lagi dengan mata yang seolah menatapku, dan masuk ke dalam kehidupanku. “kamu sendiri?”tanyanya. “ini yang kedua kali, semenjak aku kenal kamu.” Aku menatapnya, ada perasaan percaya padanya dan ingin mengenalnya. Dia terkekeh, “sering-sering main ke sini yah, nemenin aku.”
            Sudah sebulan berlalu, sekarang aku dan Nantha menjadi teman akrab. Setiap pulang dari sekolah aku selalu ke taman dan berbicara dengannya, mengajarkannya pelajaran. “enak yah, bisa sekolah.” Katanya tiba-tiba, “aku juga pengen, bisa jadi orang yang berguna besok.” Aku tersenyum, “aku yakin kamu pasti bisa.” Nantha berdiri, “iya! aku tau Tuhan pasti memberikan yang terbaik untukku. Walau aku ga bisa melihat, begitu banyak kehebatan Tuhan. Tapi, aku masih bisa merasakannya.” Aku terpesona, ada orang yang bisa setegar itu menghadapi apa pun dengan kondisi yang tidak memungkinkan. “Nantha. Kemarin ayahku telepon dari Singapur, katanya sesudah lulus SMA aku harus menyusul ke sana. Tinggal di sana, dan menikah dengan orang yang dipilih ayah.” Aku tersenyum getir, “hidupku.. seperti sudah ditentukan jalannya yah.. kadang aku iri sama kamu, yang selalu bebas memilih.” Dia diam, kedua tangannya ia bentangkan lurus-lurus “bakalan ujan nih, Ran.” Aku menatap awan, awannya mendung. “kamu tau, kenapa aku suka hujan? Karena bagiku hujan itu menenangkan. Tiap hujan turun, aku ngerasa gak sendirian di tempat yang gelap ini.” Dia berhenti sejenak, “pilihan itu gak dateng kalo kamu gak berusaha merubah sesuatu. Apa yang kamu punya semua udah ada, tinggal gimana cara kamu mengolahnya. Kalo aku, aku harus dua kali lipat berusaha dibanding kamu.”
            Sepanjang hari aku memikirkan kata-kata Nantha. Kata-kata yang begitu menelanjangiku. Besoknya aku memilih tidak pergi ke taman kota. Aku masih memikirkan ucapan Nantha, ucapan yang sebenarnya perlu jawaban. Lorong koridor sekolah aku lewati, aku berhenti sejenak begitu melihat sosok laki-laki yang membuatku pergi ke taman kota untuk pertama kalinya. “hei… Kiran!” laki-laki itu berlari kecil ke arahku, “gimana kabarmu? Belakangan ini aku gak liat kamu.” Aku menatap matanya, mata itu yang dulu membuatku menyukainya. Mata yang selalu terlihat amat menarik. Tapi, bagiku sekarang itu mata yang amat munafik. Aku belum mau menjawab. Walau mimik mukanya sekarang terlihat merasa bersalah. Apa peduliku, itu muka palsu. Ada seorang gadis, dibelakang laki-laki itu. Aku tersenyum sinis, “gak usah sok peduli.” Aku melenggang pergi. Laki-laki itu mengejarku. Terdengar sayup-sayup suara gadis tadi berteriak memanggil laki-laki itu “Ryan!!”.
 Tau dia mengejarku, aku juga ikut berlari. Akhirnya kami sama-sama berhenti, setelah benar-benar lelah. “aduuh!” pekikku, kepalaku dijitak Ryan.
“apaan sih, kayak anak kecil aja! Lari-lari gitu!” Ryan berkata sambil mengatur nafas.
“siapa suruh situ ngejar!” Balasku tak trima.
Ryan menghela nafas, kemudian menatapku dalam, “apa karena aku jadian sama Kiki? Kamu mau pindah ke Singapur?”
Aku tertawa meremehkan, “emang kamu siapa? Jangan terlalu PD deh..”. aku menghela nafas , “ayah minta aku tinggal disana, selamanya.”
“dan kamu nurut aja?!” katanya dengan nada marah. “kamu selalu gitu! Gak pernah punya pilihan sendiri! Itu yang buat aku ragu sama kamu!” Deg! Kata-kata itu menelanjangiku, lagi. Aku diam dan pergi, Ryan tak mengejarku lagi.
Besoknya, aku pergi ke taman kota. Nantha terlihat duduk lemas, padahal hari ini hujan. Aku mendekat dan duduk di sampingnya. “aku udah mikirin kata-katamu kemarin. Dan aku mutusin buat pindah ke Singapur. Tapi, aku gak mau dijodohin. Di sana, aku mau cari pengalaman. Membangun hidupku jadi orang sukses.” Kataku sambil menangis. Nantha tersenyum, “kalo itu maumu, kalo itu niatmu dan kalo itu yang kamu pilih. Aku ndukung kok. Tapi janji sama aku satu hal, jangan pernah nyesel sama pilihanmu. Apapun yang terjadi kamu harus berusaha ngejalanin. Karena itu semua jalan yang kamu pilih.” Aku memeluknya erat, “makasih atas semuanya. Aku janji, kalo nanti aku sukses, aku bakal menemuimu.” Hujan terus membasahi kami.
Empat belas tahun berlalu, aku kembali ke Indonesia dengan keluargaku. Suamiku dan anakku. Aku berkenalan dengan suamiku di Singapura, dia juga orang Indonesia. Soal Ryan, sebelum aku berangkat, aku mengatakan “aku dulu suka kamu. Tapi sekarang kamu cuma kenangan. Makasih udah nyadarin aku dan jadi temen baikku. Aku ke Singapura buat ngejar mimpiku, bukan buat ayahku.”
 Aku dan keluargaku memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Suamiku memiliki perusahaan yang sudah bercabang dibeberapa Negara, dan aku menjadi arsitek handal yang sudah terkenal. Tiba di Indonesia aku langsung berkunjung ke rumah orang yang membuatku belajar arti pilihan hidupku. Nantha! Sebelum aku pergi ke Singapur, aku sempat meminta alamat rumahnya. Di rumah yang memiliki halaman luas, dan terdapat dua bangunan. Joglo dan rumah tinggal. Aku tersenyum bahagia ketika mendapati di joglo seorang wanita sedang menari, yang diikuti oleh beberapa gadis muda dibelakngnya. Aku tau nama julukannya di dunia seni…
NANTHA SANG PENARI HUJAN.