Lulu Puruhita Resindra

Foto saya
SOLO, Indonesia
tweet : @pururures fb : Lulu Puruhita Resindra

12.29.2011

Organ Itu Paru-Paru


            Aku tahu ada yang salah dengan pernafasanku. Layaknya mahluk hidup yang bernafas untuk hidupnya. Layaknya manusia yang menghirup udara untuk mengikat oksigen di paru-parunya dan menghembuskannya menjadi karbon dioksida. Tapi ini berbeda…
            Baru aku sadar belakangan ini, ada sesuatu yang berubah dari pernafasanku, entah sejak kapan. Aku tahu aku bernafas, setidaknya aku masih merasakan ada oksigen yang mengisi paru-paruku. Aku hampir lupa bagaimana rasanya bernafas yang ‘plong’.  Hahaha…. Aku benar-benar lupa. Aku ingin merasakannya. Kadanng saat aku menarik nafas yang begitu panjang, aku tak merasa bahwa aku bernafas, membuat kerongkongan hingga mulutku terasa begitu kering. Pasti dalam system pernafasanku ini ada yang salah. Mungkin dibagian hidung, tapi aku rasa hidungku tak bermaslah. Aku masih bisa menghirup banyak udara. Atau paru-paruku yang mungkin bermasalah? Ah… ya soal paru-paru, organ satu ini mungkin sudah lelah bekerja. Apa dia sudah terlalu lelah? Sampai sebanyak apapun udara yang masuk, oksigen tak dapat diikatnya. Hingga menimbulkan ampek dan sesak yang sering kudapat. Aku juga ingat, organ ini juga kerap berdemo (setidaknya sebulan sekali) terasa begitu linu. Linu yang benar-benar sakit, membuatku harus menahan nafas dan berhenti bicara untuk beberapa menit. Linu itu kadang tak diam saja di satu tempat. Lucu kan? Linu itu bisa berjalan dari sisi kanan paru-paruku ke sisi kiri dan sebaliknya. Dan saat ini aku terlalu malas untuk minum berbagai obat, rasanya sudah terlalu sering untuk minum obat.
Ah… nantinya juga sembuh sendiri.
 LPR


12.26.2011

KEBIJAKAN TUHAN

Ketika itu Tuhan memberiku beberapa pilihan.  Terus menunggu apa yang aku mau, menerima yang datang atau tak memilih keduanya. Ini terlihat simple, hanya memilih bukan? Tapi sayangnya, Tuhan tak mengijinkan insanNya hanya sekedar memilih. Menjalani pilihan, menerima resiko dan konsekuensi atas pilihan yang dipilih adalah suatu  hal wajib. Seperti peraturan tak tertulis yang melakat di tiap tindakan manusia.
                Ah… tentang suatu pepatah yang sering kudengar, ‘karena terlalu terfokus pada apa yang kamu mau, kamu melupakan apa yang selalu ada di dekatmu.’ Menurutku itu pepatah yang diperuntukan bagi orang-orang yang telah menyerah tentang keinginannya. Dan di hidup ini satu kata ‘kehilangan’ rasanya sudah menjadi hal wajar. Saat itulah pikiran egois bekerja, kenapa tak boleh keduanya? Bukankah itu juga pilihan? Tentu bisa, kamu pilih keduanya agar kamu tak kehilangan salah satunya. Tapi, ingatkah akan waktu. Tuhan sudah menciptakan waktu yang notaben tak berperasaan. Terus saja berjalan, tanpa peduli manusia mana yang dia lewati.
Waktu tak pernah mengijinkan segalanya dilakukan bersamaan oleh seorang. Mungkin waktu itu bermaksud adil. Ia memperbolehkanmu memilih keduanya, namun pasti harus ada yang lebih didahulukan dari yang lain. Jadi pada akhirnya, kamu tetap harus memilih, mana yang lebih penting bagimu. Bukankah Tuhan sangat bijaksana?
 


LPR

12.10.2011

KAMU, AKU


 
            Kita punya banyak kesamaan. Mulai dari makanan kesukaan sampai cara pandang.
Kamu, aku sama-sama suka jus melon. Alesannya simple, karena melon itu banyak kandungan airnya.
Kamu, aku paling suka ketawa. Entah apa penyebabnya.
Kamu, aku suka banyak hal yang dilakuin sama-sama.
Kamu, aku gabisa kalau sendirian. Karena kayak orang hilang, kalau harus kemana-mana sendirian.
Kamu, aku paling suka hujan.
Kamu, aku paling gak suka dicuekin.
Kamu, aku saling jaga satu sama lain.
Kamu, aku sama-sama saling tahu. Apa yang aku rasa, dan apa yang kamu rasa.
Masih banyak lagi tentang kamu, aku yang selalu bersama…. Dulu.
            Sekarang, bedanya… kamu, aku Cuma satu. Walau aku akui, masih banyak hal tentang kita yang gak sejalan. Tapi itu smua bisa kita lewatin sama-sama. Kta masih bisa cari jalan tengah buat kita. Cuma satu hal ini yang gak bisa kita lewati.
            Kamu, aku beda dunia kini. Aku masih bernafas, dan kamu tidak lagi.
Itu yang membuatku sadar, jarak antarakita kini terlalu rentang…